Sejarah
Bangunan Museum Wayang sekarang adalah bangunan rumah dengan gaya Neo-Rennaissance yang diperkirakan dibangun pada tahun 1939. Sebelum ada bangunan Museum Wayang lahan ini digunakan sebagai lahan dua Gedung gereja.
Gereja tersebut adalah Gereja Salib (Kruyskerk) dan Gereja Belanda Baru / Kubah (Koppelkerk). Kedua gereja ini memiliki peranan penting dalam membentuk kelompok Kristen awal di Batavia. Berakhirnya kekuasaan VOC menyebabkan gereja Kubah menjadi lebih terlantar, ditambah invasi Inggris secara mendadak dibawah pimpinan Daendels. Pada tahun 1808 Daendels memerintahkan untuk melakukan pembongkaran bangunan gereja, kemudian dia menjual puing-puing bangunan dan nisan kepada perusahaan Geo Wehry en Co.
Pada tahun 1937 reruntuhan gereja tersebut dibeli oleh Het Bataviaasch Genootschap, dan kemudian diserahkan kepada Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, yakni sejenis Lembaga Kebudayaan yang mengurusi ilmu kesenian dan kebudayaan di Batavia. Tahun 1939, Dinas Purbakala mencoba melakukan penggalian untuk mencari makam J.P Coen.
Bersamaan dengan itu pula dilakukan pemugaran dengan mengikuti gaya rumah Belanda. Pada tanggal 22 Desember 1939, Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh meresmikan gedung ini sebagai museum Batavia Lama. Nama museum Batavia Lama ini juga segera berganti ketika kependudukan Jepang. Pada masa tersebut museum ini menjadi Museum Jakarta Lama yang berada dibawah Lembaga Kebudayaan Indonesia. Bangunan ini diresmikan menjadi museum Wayang pada tanggal 13 Agustus 1975 oleh Gubernur Jakarta saat itu yakni Ali Sadikin.
Foto Sejarah
Litografi
Peta